Table of Contents

Racun Pandangan Mata di Era Digital: Antara Ajaran Islam dan Realitas Kontemporer (Tinjauan Kritis terhadap Pemikiran Dr. Halimi Zuhdy)

Menjaga Pandangan di Era Digial - Tinjauan Kritis terhadap Pemikiran Dr. Halimi Zuhdy
Table of Contents

Dalam kajiannya mengenai “Racun Pandangan Mata menurut Dr. Zaghlul An-Najjar”, Dr. Halimi Zuhdy mengangkat peringatan fundamental dalam ajaran Islam terkait bahaya pandangan mata yang tak terkendali. Beliau mengutip firman Allah dalam Surat An-Nur ayat 30:

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”
(QS. An-Nur: 30)

Dr. Halimi menekankan bahwa pandangan mata yang liar adalah “anak panah Iblis” yang meracuni bukan hanya ruhani, tetapi juga jasmani. Ia secara menarik mengintegrasikan perspektif spiritual ini dengan klaim ilmiah dari Dr. Zaghlul An-Najjar dan Prof. Misbah tentang dampak fisiologis dari pandangan tak terkendali—mulai dari produksi hormon seksual berlebih hingga gangguan kesehatan seperti migrain, jerawat, bahkan penyakit jantung.

Tantangan Zaman: Ketika Pandangan Tak Lagi Dibatasi Dinding

Refleksi Dr. Halimi menemukan konteksnya yang paling aktual dalam realitas era digital masa kini, yang ditandai oleh disrupsi visual masif dan pelarutan batas-batas etika dalam ruang publik.

1. Tsunami Visual dan Normalisasi Eksploitasi

Revolusi digital telah menghapus sekat antara privat dan publik. Perangkat digital menjadi pintu gerbang menuju banjir konten visual, termasuk yang vulgar dan destruktif secara spiritual. Algoritma media sosial bahkan didesain untuk memikat mata dan memicu ledakan dopamin, seringkali dengan eksploitasi tubuh dan sensualitas.

Dalam konteks ini, prinsip ghadd al-bashar (menundukkan pandangan) tidak lagi sekadar himbauan personal, melainkan strategi perlindungan diri yang sangat mendesak.

2. Hedonisme dan Reduksi Nilai Manusia

Budaya global yang mengedepankan kenikmatan instan (hedonisme) dan pendekatan utilitarian terhadap relasi antarmanusia semakin mengikis nilai kesucian, penghormatan, dan spiritualitas. Pandangan tidak lagi menjadi jendela penghargaan, melainkan instrumen konsumsi. Hal ini merupakan antitesis dari semangat Islam yang memuliakan manusia sebagai makhluk bermartabat.

3. Dekadensi Adab dalam Ruang Publik

Dr. Halimi menyinggung fenomena “kebebasan yang kebablasan” sebagai ciri krisis kesopanan kontemporer. Relativisme moral dan desensitisasi terhadap aurat serta simbol-simbol kesucian semakin meluruhkan nilai azka (kesucian) yang menjadi inti pesan Al-Qur’an. Dalam masyarakat yang mengabaikan kesopanan, pesan untuk menjaga pandangan seolah kehilangan tempat pijak.

Implikasi Sosial dan Psikologis yang Makin Mengkhawatirkan

Lebih dari sekadar pelanggaran nilai spiritual, pandangan mata yang tak terjaga berdampak luas pada tatanan sosial dan kesehatan mental masyarakat.

1. Objektifikasi dan Kehilangan Kemanusiaan

Konten digital yang terus-menerus menekankan tubuh dan penampilan telah mendorong objektifikasi manusia secara sistemik. Ketika manusia direduksi menjadi objek visual, maka penghormatan terhadap martabat dan identitas individu pun ikut terkikis—sebuah bentuk dehumanisasi yang ditentang oleh nilai-nilai Islam.

2. Kecanduan dan Gangguan Mental

Dampak visual terhadap sistem otak tidak bisa diabaikan. Paparan pornografi memicu kecanduan yang serupa dengan zat adiktif, memengaruhi reward system otak dan menciptakan siklus destruktif. Hal ini berkontribusi pada meningkatnya kecemasan, isolasi sosial, hingga depresi, sebagaimana ditunjukkan oleh sejumlah studi klinis mutakhir.

3. Erosi Relasi Interpersonal

Ketidakmampuan menjaga pandangan berkontribusi pada kerusakan kualitas relasi antarmanusia. Ketika seseorang terbiasa dengan ekspektasi visual instan, kemampuan membangun relasi yang sehat, penuh penghormatan, dan sabar menjadi semakin langka. Dr. Halimi menyebutnya sebagai “hati yang gundah dan pikiran kacau”—kondisi spiritual yang berakar pada kegagalan menundukkan pandangan.

Jalan Tengah: Integrasi Nilai Islam dan Tantangan Teknologi

Meskipun beberapa klaim fisiologis yang dikemukakan Dr. Halimi perlu diuji lebih lanjut dengan pendekatan ilmiah yang ketat, substansi moral dan spiritual dalam pemikirannya tetap sangat relevan. Diperlukan pendekatan yang integratif dan transformatif:

  • Literasi Visual dan Digital: Edukasi kritis terhadap konten visual perlu menjadi bagian dari kurikulum pendidikan karakter di era digital.
  • Teknologi yang Mendukung Kesucian: Pengembangan aplikasi, filter, dan kontrol digital berbasis nilai spiritual bisa menjadi solusi praksis.
  • Revitalisasi Adab: Pendidikan kesopanan harus disampaikan secara kontekstual, kreatif, dan tidak menghakimi—agar nilai-nilainya tetap hidup di tengah generasi muda.

Menjaga Pandangan sebagai Ibadah Kontemporer

Tulisan Dr. Halimi Zuhdy tentang racun pandangan mata bukan sekadar pengingat religius, tetapi refleksi filosofis dan sosiologis tentang krisis moral di era visual. Menjaga pandangan bukanlah bentuk anti-modernitas, tetapi cara adaptif menjaga integritas diri di tengah arus deras teknologi.

Sebagaimana beliau tegaskan, menjaga pandangan adalah upaya menyelamatkan jiwa dari racun yang tak kasatmata, namun nyata menimbulkan kehancuran spiritual, psikologis, dan sosial. Dalam era digital yang penuh godaan visual, ghadd al-bashar tidak lagi sekadar perintah—melainkan kebutuhan eksistensial untuk hidup sehat secara utuh: jasmani, ruhani, dan akhlak.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top